Wednesday, October 24, 2018

Pancasila Menjadi Ideologi Negara




MENGAPA PANCASILA MENJADI IDEOLOGI NEGARA?
A.   Menelusuri Konsep dan Urgensi Pancasila sebagai Ideologi Negara
1.     Konsep Pancasila sebagai Ideologi Negara.
Istilah ideologi berasal dari kata idea, yang artinya gagasan, konsep, pengertian dasar, cita-cita, dan logos yang berarti ilmu. Ideologi secara etimologis, artinya ilmu tentang ide-ide, atau ajaran tentang pengertian dasar(Kaelan, 2013:60-61)
Dalam kamus besar bahasa Indonesia , ideologi didefinisikan sebagai kumpulan konsep bersistem  yang dijadikan asas pendapat yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan  hidup. Ideologi juga diartikan sebagai cara berpikir seseorang atau suatu golongan. Ideologi dapat diartikan paham, teori, dan tujuan yang merupakan satu program sosial politik.

Pengertian ideologi menurut beberapa tokoh atau pemikir Indonesia, sebagai berikut:
1.     Sastrapratedja (2001: 43): “Ideologi adalah seperangkat gagasan/pemikiran yang berorientasi pada tindakan dan diorganisir menjadi suatu sistem yang teratur”.
2.     Soerjanto (1991: 47): “Ideologi adalah hasil refleksi manusia berkat kemampuannya menjaga jarak dengan dunia kehidupannya”.
3.     Mubyarto (1991: 239): “Ideologi  adalah sejumlah doktrin, kepercayaan, dan simbol-simbol sekelompok masyarakat atau suatu bangsa yang menjadi pegangan dan pedoman kerja untuk mencapai tujuan masyarakat atau bangsa”.
Untuk mengetahui posisi ideologi pancasila diantara ideologi besar dunia, ada beberapa jenis ideologi dunia, sebgai berikut:
a.     Marxisme-Leninisme: suatu paham yang meletakkan ideologi dalam perspektif evolusi sejarah yang didasarkan pada dua prinsip; pertama penentu akhir dari perubahan sosial adalah perubahan dari cara produksi; kedua, proses perubahan sosial bersifat dialektis.

b.     Liberalisme; suatu paham yang meletakkan ideologi dalam perspektif kebebasan individual, artinya lebih mengutamakan hak-hak individu.
c.      Sosialisme; suatu paham yang meletakkan ideologi dalam perspektif kepentingan masyarakat, artinya negara wajib menyejahterakan seluruh masyarakat atau yang dikenal dengan kosep welfare state.
d.     Kapitalisme; suatu paham yang memberi kebebasan kepada setiap individu untuk menguasai sistem pereknomian dengan kemampuan modal yang ia miliki (Sastrapratedja, 2001: 50-69)

B.   Urgensi Pancasila sebagai Ideologi Negara



C.   Menanya Alasan Diperlukannya Kajian Pancasila sebagai Ideologi
Negara

1. Warga Negara Memahami dan Melaksanakan Pancasila sebagai Ideologi
Negara
Pada bagian ini, perlu diidentifikasikan unsur-unsur yang memengaruhi ideologi Pancasila sebagai berikut:
a. Unsur ateisme yang terdapat dalam ideologi Marxisme atau komunisme bertentangan dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa.
b. Unsur individualisme dalam liberalisme tidak sesuai dengan prinsip nilai gotong royong dalam sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
c. Kapitalisme yang memberikan kebebasan individu untuk menguasai sistem perekonomian negara tidak sesuai dengan prinsip ekonomi kerakyatan.

Salah satu dampak yang dirasakan dari kapitalisme ialah munculnya gaya hidup konsumtif.
Pancasila sebagai ideologi, selain menghadapi tantangan dari ideologiideologi besar dunia juga menghadapi tantangan dari sikap dan perilaku kehidupan yang menyimpang dari norma-norma masyarakat umum. Tantangan itu meliputi, antara lain terorisme dan narkoba. Sebagaimana yang telah diinformasikan oleh berbagai media masa bahwa terorisme dan narkoba merupakan ancaman terhadap keberlangsungan hidup bangsa Indonesia dan ideologi negara.

2. Penyelenggara Negara Memahami dan Melaksanakan Pancasila sebagai
Ideologi Negara
Perlu diketahui bahwa selain warga negara, penyelenggara negara merupakan kunci penting bagi sistem pemerintahan yang bersih dan berwibawa sehingga aparatur negara juga harus memahami dan melaksanakan Pancasila sebagai ideologi negara secara konsisten. Magnis Suseno menegaskan bahwa pelaksanakan ideologi Pancasila bagi penyelenggara negara merupakan suatu orientasi kehidupan konstitusional. Artinya, ideologi Pancasila dijabarkan ke dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Ada beberapa unsur penting dalam kedudukan Pancasila sebagai orientasi kehidupan konstitusional:
a.     Kesediaan untuk saling menghargai dalam kekhasan masing-masing, artinya adanya kesepakatan untuk bersama-sama membangun negara Indonesia, tanpa diskriminasi sehingga ideologi Pancasila menutup pintu untuk semua ideologi eksklusif yang mau menyeragamkan masyarakat menurut gagasannya sendiri. Oleh karena itu, pluralisme adalah nilai dasar Pancasila untuk mewujudkan Bhinneka Tunggal Ika. Hal ini berarti bahwa Pancasila harus diletakkan sebagai ideologi yang terbuka.

b.      Aktualisasi lima sila Pancasila, artinya sila-sila dilaksanakan dalam kehidupan bernegara sebagai berikut:

(1) Sila Ketuhanan Yang Maha Esa dirumuskan untuk menjamin tidak adanya diskriminasi atas dasar agama sehingga negara harus menjamin kebebasan beragama dan pluralisme ekspresi keagamaan.

 (2) Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab menjadi operasional dalam jaminan pelaksanaan hak-hak asasi manusia karena hal itu merupakan tolok ukur keberadaban serta solidaritas suatu bangsa terhadap setiap warga negara.
(3 ) Sila Persatuan Indonesia menegaskan bahwa rasa cinta pada bangsa Indonesia tidak dilakukan dengan menutup diri dan menolak mereka yang di luar Indonesia, tetapi dengan membangun hubungan timbal balik atas dasar kesamaan kedudukan dan tekad untuk menjalin kerjasama yang menjamin kesejahteraan dan martabat bangsa Indonesia.
(4) Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan berarti komitmen terhadap demokrasi yang wajib disukseskan.
(5) Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia berarti pengentasan
kemiskinan dan diskriminasi terhadap minoritas dan kelompok-kelompok
lemah perlu dihapus dari bumi Indonesia (Magnis Suseno, 2011: 118--121).

Menggali Sumber Historis, Sosiologis, Politis tentang Pancasila
sebagai Ideologi Negara
1. Sumber historis Pancasila sebagai Ideologi Negara
Pada bagian ini, akan ditelusuri kedudukan Pancasila sebagai ideologi oleh
para penyelenggara negara yang berkuasa sepanjang sejarah negara
Indonesia:
a. Pancasila sebagai ideologi negara dalam masa pemerintahan Presiden Soekarno
Pada masa pemerintahan Presiden Soekarno, Pancasila ditegaskan sebagai pemersatu bangsa. Penegasan ini dikumandangkan oleh Soekarno dalam berbagai pidato politiknya dalam kurun waktu 1945--1960. Namun seiring dengan perjalanan waktu, pada kurun waktu 1960--1965, Soekarno lebih mementingkan konsep Nasakom (Nasionalisme, Agama, dan Komunisme) sebagai landasan politik bagi bangsa Indonesia.
b. Pancasila sebagai ideologi dalam masa pemerintahan Presiden Soeharto
Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, Pancasila dijadikan sebagai asas tunggal bagi Organisasi Politik dan Organisasi Kemasyarakatan. Periode ini diawali dengan keluarnya TAP MPR No. II/1978 tentang pemasyarakatan nilai-nilai Pancasila. TAP MPR ini menjadi landasan bagi dilaksanakannya penataran P-4 bagi semua lapisan masyarakat. Akibat dari cara-cara rezim dalam memasyarakatkan Pancasila memberi kesan bahwa tafsir ideologi Pancasila adalah produk rezim Orde Baru (mono tafsir ideologi) yang berkuasa pada waktu itu.
c. Pancasila sebagai ideologi dalam masa pemerintahan Presiden Habibie
Presiden Habibie menggantikan Presiden Soeharto yang mundur pada 21 Mei 1998, atas desakan berbagai pihak Habibie menghapus penataran P-4. Pada
masa sekarang ini, resonansi Pancasila kurang bergema karena pemerintahan Habibie lebih disibukkan masalah politis, baik dalam negeri maupun luar negeri. Di samping itu, lembaga yang bertanggungjawab terhadap sosialisasi nilai-nilai Pancasila dibubarkan berdasarkan Keppres No. 27 tahun 1999 tentang pencabutan Keppres No. 10 tahun 1979 tentang Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP-7). Sebenarnya, dalam Keppres tersebut dinyatakan akan dibentuk lembaga serupa, tetapi lembaga khusus yang mengkaji, mengembangkan, dan mengawal Pancasila hingga saat ini belum ada.
d. Pancasila sebagai Ideologi dalam masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid
Pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid muncul wacana tentang penghapusan TAP NO.XXV/MPRS/1966 tentang pelarangan PKI dan penyebarluasan ajaran komunisme. Di masa ini, yang lebih dominan adalah kebebasan berpendapat sehingga perhatian terhadap ideologi Pancasila cenderung melemah.
e. Pancasila sebagai ideologi dalam masa pemerintahan Presiden Megawati
Pada masa ini, Pancasila sebagai ideologi semakin kehilangan formalitasnya dengan disahkannya Undang-Undang SISDIKNAS No. 20 tahun 2003 yang tidak mencantumkan pendidikan Pancasila sebagai mata pelajaran wajib dari tingkat Sekolah Dasar sampai perguruan tinggi.
f. Pancasila sebagai ideologi dalam masa pemerintahan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY)
Pemerintahan SBY yang berlangsung dalam dua periode dapat dikatakan juga tidak terlalu memperhatikan pentingnya Pancasila sebagai ideologi negara.
Hal ini dapat dilihat dari belum adanya upaya untuk membentuk suatu lembaga yang berwenang untuk menjaga dan mengawal Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara sebagaimana diamanatkan oleh Keppres No. 27 tahun 1999. Suasana politik lebih banyak ditandai dengan pertarungan politik untuk memperebutkan kekuasaan atau meraih suara sebanyakbanyaknya dalam pemilu. Mendekati akhir masa jabatannya, Presiden SBY menandatangani Undang-Undang RI No. 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang mencantumkan mata kuliah Pancasila sebagai mata kuliah wajib pada pasal 35 ayat (3). Habibie dalam pidato 1 Juni 2011, mengemukakan bahwa salah satu faktor penyebab dilupakannya Pancasila di era reformasi ialah:
"......sebagai akibat dari traumatisnya masyarakat terhadap penyalahgunaan
kekuasaan di masa lalu yang mengatasnamakan Pancasila. Semangat generasi
reformasi untuk menanggalkan segala hal yang dipahaminya sebagai bagian dari masa lalu dan menggantinya dengan sesuatu yang baru, berimplikasi pada
munculnya ‘amnesia nasional' tentang pentingnya kehadiran Pancasila sebagai
grundnorm (norma dasar) yang mampu menjadi payung kebangsaan yang menaungi seluruh warga negara yang plural"

2. Sumber Sosiologis Pancasila sebagai Ideologi Negara
Pada bagian ini, akan dilihat Pancasila sebagai ideologi negara berakar dalam kehidupan masyarakat. Unsur-unsur sosiologis yang membentuk Pancasila
sebagai ideologi negara meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa dapat ditemukan dalam kehidupan beragama masyarakat Indonesia dalam berbagai bentuk kepercayaan dan keyakinan terhadap adanya kekuatan gaib.
b. Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab dapat ditemukan dalam hal saling menghargai dan menghormati hak-hak orang lain, tidak bersikap sewenang-wenang.
c. Sila Persatuan Indonesia dapat ditemukan dalam bentuk solidaritas, rasa setia kawan, rasa cinta tanah air yang berwujud pada mencintai produk dalam negeri.
d. Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan dapat ditemukan dalam bentuk menghargai pendapat orang lain, semangat musyawarah dalam mengambil keputusan.
e. Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia tercermin dalam sikap suka menolong, menjalankan gaya hidup sederhana, tidak menyolok atau berlebihan.
3. Sumber Politis Pancasila sebagai Ideologi Negara
Pada bagian ini, mahasiswa diajak untuk melihat Pancasila sebagai ideologi negara dalam kehidupan politik di Indonesia. Unsur-unsur politis yang
membentuk Pancasila sebagai ideologi negara meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa diwujudkan dalam bentuk semangat toleransi antarumat beragama.
b. Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab diwujudkan penghargaan terhadap pelaksanaan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia.
c. Sila Persatuan Indonesia diwujudkan dalam mendahulukan kepentingan bangsa dan negara daripada kepentingan kelompok atau golongan, termasuk partai.
d. Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan diwujudkan dalam mendahulukan pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah daripada voting.
e. Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia diwujudkan dalam bentuk tidak menyalahgunakan kekuasaan (abuse of power) untuk memperkaya diri atau kelompok karena penyalahgunaan kekuasaan itulah yang menjadi faktor pemicu terjadinya korupsi.

D. Membangun Argumen tentang Dinamika dan Tantangan
Pancasila sebagai Ideologi Negara

1. Argumen tentang Dinamika Pancasila sebagai Ideologi Negara
Dinamika Pancasila sebagai ideologi negara dalam sejarah bangsa Indonesia
memperlihatkan adanya pasang surut dalam pelaksanaan nilai-nilai Pancasila. Pancasila sebagai ideologi negara dalam masa pemerintahan Presiden Soekarno; sebagaimana diketahui bahwa Soekarno termasuk salah seorang perumus Pancasila, bahkan penggali dan memberi nama untuk dasar negara. Dalam hal ini, Soekarno memahami kedudukan Pancasila sebagai ideologi negara. Namun dalam perjalanan pemerintahannya, ideologi Pancasila mengalami pasang surut karena dicampur dengan ideologi komunisme dalam konsep Nasakom.
Pancasila sebagai ideologi dalam masa pemerintahan Presiden Soeharto diletakkan pada kedudukan yang sangat kuat melalui TAP MPR No. II/1978 tentang pemasayarakatan P-4. Pada masa Soeharto ini pula, ideologi Pancasila menjadi asas tunggal bagi semua organisasi politik (Orpol) dan organisasi masyarakat (Ormas).
Pada masa era reformasi, Pancasila sebagai ideologi negara mengalami pasang surut dengan ditandai beberapa hal, seperti: enggannya para penyelenggara negara mewacanakan tentang Pancasila, bahkan berujung pada hilangnya Pancasila dari kurikulum nasional, meskipun pada akhirnya timbul kesadaran penyelenggara negara tentang pentingnya pendidikan Pancasila di perguruan tinggi.
2. Argumen tentang Tantangan terhadap Pancasila sebagai Ideologi Negara
Pada bagian ini, akan ditemukan berbagai tantangan terhadap Pancasila
sebagai ideologi negara. Unsur-unsur yang memengaruhi tantangan terhadap
Pancasila sebagai ideologi negara meliputi faktor eksternal dan internal. Adapun faktor eksternal meliputi hal-hal berikut:
a. Pertarungan ideologis antara negara-negara super power antara Amerika Serikat dan Uni Soviet antara 1945 sampai 1990 yang berakhir dengan bubarnya negara Soviet sehingga Amerika menjadi satu-satunya negara super power.
b. Menguatnya isu kebudayaan global yang ditandai dengan masuknya berbagai ideologi asing dalam kehidupan berbangsa dan bernegara karena keterbukaan informasi.
c. Meningkatnya kebutuhan dunia sebagai akibat pertambahan penduduk dan kemajuan teknologi sehingga terjadi eksploitasi terhadap sumber daya alam secara masif. Dampak konkritnya adalah kerusakan lingkungan, seperti banjir, kebakaran hutan.

Adapun faktor internal meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Pergantian rezim yang berkuasa melahirkan kebijakan politik yang berorientasi pada kepentingan kelompok atau partai sehingga ideologi Pancasila sering terabaikan.
b. Penyalahgunaan kekuasaan (korupsi) mengakibatkan rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap rezim yang berkuasa sehingga kepercayaan terhadap ideologi menurun drastis.

Mendeskripsikan Esensi dan Urgensi Pancasila sebagai Ideologi
Negara
1. Hakikat Pancasila sebagai Ideologi Negara
Pada bagian ini, akan di pahami hakikat Pancasila sebagai ideologi negara memiliki tiga dimensi sebagai berikut:
a. Dimensi realitas; mengandung makna bahwa nilai-nilai dasar yang terkandung dalam dirinya bersumber dari nilai-nilai real yang hidup dalam masyarakatnya. Hal ini mengandung arti bahwa nilai-nilai Pancasila bersumber dari nilai-nilai kehidupan bangsa Indonesia sekaligus juga berarti bahwa nilai-nilai Pancasila harus dijabarkan dalam kehidupan nyata sehari-hari baik dalam kaitannya dengan kehidupan bermasyarakat maupun dalam segala aspek penyelenggaraan negara.
b. Dimensi idealitas; mengandung cita-cita yang ingin dicapai dalam berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hal ini berarti bahwa nilai-nilai dasar Pancasila mengandung adanya tujuan yang dicapai sehingga menimbulkan harapan dan optimisme serta mampu menggugah motivasi untuk mewujudkan cita-cita.
c. Dimensi fleksibilitas; mengandung relevansi atau kekuatan yang merangsang masyarakat untuk mengembangkan pemikiran-pemikiran baru tentang nilai-nilai dasar yang terkandung di dalamnya. Dengan demikian, Pancasila sebagai ideologi bersifat terbuka karena bersifat demokratis dan mengandung dinamika internal yang mengundang dan merangsang warga negara yang meyakininya untuk mengembangkan pemikiran baru, tanpa khawatir kehilangan hakikat dirinya (Alfian, 1991: 192 – 195).

2. Urgensi Pancasila sebagai Ideologi Negara
Pada bagian ini, mahasiswa perlu menyadari bahwa peran ideologi negara itu bukan hanya terletak pada aspek legal formal, melainkan juga harus hadir dalam kehidupan konkret masyarakat itu sendiri. Beberapa peran konkret Pancasila sebagai ideologi meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Ideologi negara sebagai penuntun warga negara, artinya setiap perilaku warga negara harus didasarkan pada preskripsi moral. Contohnya, kasus narkoba yang merebak di kalangan generasi muda menunjukkan bahwa preskripsi moral ideologis belum disadari kehadirannya. Oleh karena itu, diperlukan norma norma penuntun yang lebih jelas, baik dalam bentuk persuasif, imbauan maupun penjabaran nilai-nilai Pancasila ke dalam produk hukum yang memberikan rambu yang jelas dan hukuman yang setimpal bagi pelanggarnya.
b. Ideologi negara sebagai penolakan terhadap nilai-nilai yang tidak sesuai dengan sila-sila Pancasila. Contohnya, kasus terorisme yang terjadi dalam bentuk pemaksaan kehendak melalui kekerasan. Hal ini bertentangan nilai toleransi berkeyakinan, hak-hak asasi manusia, dan semangat persatuan.

Sunday, October 21, 2018

Esensi dan Urgensi Pancasila sebagai Dasar Negara


A.  Mendiskripsikan Esensi dan Urgensi Pancasila sebagai Dasar Negara.
1.   Esensi dan Urgensi Pancasila sebagai Dasar negara
a.     Esensi Pancasila sebagai Dasar Negara
Kaidan penuntun dalam pembuatan politik hukum atau kebijakan negrara lainnya, yaitu sebagai berikut:
1.     Kebijakan umum dan politik hukum harus tetap menjaga integritas atau keutuhan bangsa.
2.     Kebijakan umum dan politik hukum haruslah berdasarkan upaya pembangunan demokrasi dan nomokrasi
3.     Kebijakan umum dan politik hukum haruslah berdasarkan upaya pembangunan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
4.     Kebijakan umum dan politik hukum haruslah berdasarkan pada prinsip toleransi beragama yang berkeadaban.
Kedudukan pancasila sebagai dasar negara dapat dirincikan sebagai berikut:
1.     Pancasila sebagai sumber dari segala sumber tertib hukum Indonesia.
2.     Meliputi suasana kebatinan dalam UUD 1945.
3.     Mewujudkan cita-cita hukum bagi dasar negara.
4.     Mengandung norma yang mengharuskan UUD mengandung isi yang mewajbkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.
5.     Merupakan sumber semangat abadi UUD1945 bagi penyelengaraan negara, para pelaksana pemerintahan.

b.     Urgensi Pancasila sebagai Dasar Negara
          Untuk memahami urgensi pancasila sebagai dasar negara, dapatmenggunakan 2 metode pendekatan, yaitu instittusional (kelembagaan) dan human resourse (personal/ sumber daya manusia). Pendekatan institusional yaitu membentuk dan menyelenggarakan negara yang bersumber pada nilai pancasila sehingga bangsa Indonesia memenuhi unsur-unsur sebagai negara modern, yang menjamin terwujudnya tujuan negara atau terpenuhinya kepentingan nasional yang bermuara kepada terwujudnya masyarakat adil dan makmur.
          Sedangkan human resourse terletak pada 2 aspek, yaitu pada orang-orang yang memegang jabatan pada pemerintahan yang melaksanakan nilai-nilai pancasila secara murni dan kesekuen didalam pemenuhan tugas dan tanggung jawabnya dan formulasi kebijakan negara akan menghasilkan kebijakan yang mengejawantahkan kepentingan rakyat.
2.  Hubungan Pancasila dengan Proklamasi Kemerdekaan RI
     Didalam pembukaan UU1945 tepatnya pada alinea ke3 terdapat pernyataan kemerdekaan yang dinyatakan oleh rakyat Indonesia, maka dapat ditentukan letak dan sifat hubungan antara Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus dengan Pembukaan UUD 1945, sebagai berikut:
a.     Disebutkan kembali dalam pernyataan kemerdekaan dalam begian ketiga Pembukaan menunjukkan bahwa antara Proklamasi dengan Pembukaan merupakan suatu rangkaian yang tidak dapat dipisah-pisahkan.
b.     Ditetapkannya pembukaan pada 18 Agustus 1945 bersama-sama ditetapkannya UUD, Presiden dan Wakil Presiden merupakan realisasi bagian kedua proklamasi.
c.      Pembukaan hakikatnya merupakan pernyataan kemerdekaan yang lebih rinci dari cita-cita luhur yang menjadi semangat pendorong tegaknya kemerdekaan.
d.     Memberikan kejelasan terhadap kelaksanaan proklamasi, memberikan penegasan terhadap dilaksanakannya proklamasi dan memberi pertanggungjawaban terhadap dilaksanakannya proklamasi.
3.  Hubungan Pancasila dengan Pembukaan UUD 1945 
     Notonegoro(1982:24-26) menegaskan bahwa Undang-Undang Dasar tidak merupakan peraturan hukum yang tertinggi. Di atasnya, masih banyak dasar-dasar pokok bagi Undang-Undang Dasar, yang dinamakan pokok kaidah negara yang fundamental.
Berikut hubungan Pancasila dengan Pembukaan UUD 1945, antara lain sebagai berikut:
1.     Pembukaan UUD 1945 memenuhi syarat unsur mutlak sebagai staatsfundamentalnorm. Oleh karena itu, kedudukan Pembukaan merupakan peraturan hukum yang tertinggi  diatas Undang-Undang Dasar. Implikasinya, semua peraturan perundang-undangan  dimulai dari pasal-pasal dalam UUD 1945 sampai dengan peraturan Daerah harus sesuai dengan Pembukaan UUD 1945.
2.     Pancasila merupakan asas kerohanian dari pembukaan UUD1945 sebagai staatsfundamentalnorm. Secara ilmiah akademis, pembukaan UUD 1945 sebagai staatfundamentalnorm mempunyai hakikat kedudukan yang tetap, kuat,  dan tak berubah bagi negara yang dibentuk, dengan perkataan lain, jalan hukum tidak lagi dapat diubah.
4.  Penjabaran Pancasila dalam Pasal-Pasal UUD NRI 1945
     Setelah Amandemen atau Perubahan ke -4 (dalam 2002), Undang-Undang Dasar NRI 1945 terdiri atas Pembukaan dan Pasal-pasal. Hal ini berarti penjelasan UUD 1945 sudah tidak lagi menjadi bagian dari ketentuan dalam UUD 1945. Meskipun penjelasan UUD 1945 sudah bukan merupakan hukum positif, tetapi pejelasan yang bersifat normatif sudah dimuat dalam pasal-pasal UUD 1945. Selain itu, dalam tataran tertentu penjelasan UUD 1945 dapat menjadi inspirasi dalam kehidupan bernegara bagi warga negara.
     Pancasila merupakan nilai dasar yang sifatnya permanen dalam arti secara ilmiah-akademis, terutama menurut ilmu hukum, tidak dapat diubah karena merupakan asas kerohanian atau nilai-nilai inti dari Pembukaan UUD 1945 sebagai kaidah negara yang fundamental.
5.  Implementasi Pancasila dalam Perumusan Kebijakan
a.      Bidang Politik
          Musyawarah merupakan implementasi pancasila dalam perumusan kebijakan politik yang terjadi dalam lingkungan tempat tinggal. Mereka merumuskan kebijakan bukan dengan suara terbanyak, melainkan saling memberi  dan saling menerima argumen dari peserta  musyawarah.  Dengan demikian kepentingan masyarakat secara keseluruhan akan lebih diutamakan dalam kebijakan yang dirumuskan.
Beberapa konsep dasar implementasi nilai-nilai pancasila dalam bidang politik, sebgai berikut:
1.      Sektor Suprastruktur Politik
     Suprastruktur politik adalah semua lembaga-lembaga pemerintahan, seperti legislatif, eksekutif, yudikatif dan lembaga pemerintah lainnya baik di pusat maupun di daerah. Semua lembaga pemerintah menjalankan tugas dan fungsinya sesuai batas kewenangan yang ditentukan dalam UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya. Kebijakan publik harus mengakomodasi input atau aspirasi masyarakat melalui insfrastruktur politik sesuai mekanisme atau prosedur yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan  dan harus bertumpu pada nilai-nilai pancasila sebagai dasar negara.
2.     Sektor Masyaratkat
     Nilai-nilai pancasila akan menuntun masyarakat ke pusat inti kesadaran akan pentingnya harmoni dalam kontinum antara sadar terhadap hak asasi nya di satu sisi dan kesadaran terhadap kewajiban asasinya disisi lain sesui dengan ketentuan dalam pasal 28 J ayat 1 dan ayat 2 UUD 1945.

b.    Bidang Ekonomi
          Nilai-nilai pancasila sebagai dasar negara dalam bidang ekonomi mengidealisasikan terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Oleh karena itu, kebijaka ekonomi nasional harus bertumpu pada  asas-asas keselarasan , keserasian, dan keseimbangan peran  perseorangan, perusahaan swasta, badan usaha milik negara, dalam implementasi kebujakan ekonomi. Selain itu, negara juga harus mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan  masyarakat yang lemah termasuk fakir miskin dan anak terlantar, sesuai dengan martabat kemanusiaan sebagaimana diamanatkan pasal 34 ayat 1 sampai dengan ayat 4 UUD 1945.
c.      Bidang Sosial Budaya
          Nilai-nilai instrumental pancasila dalam memperkokoh keutuhan atau integrasi nasional sejalan dengan pandangan ahli sosiologi dan antropologi, yakni Selo Soemardjan dalam Oesman dan Alfian(1993:172) bahwa kebudayaan suatu masyarakat dapat berkembang. Ada hubungan yang saling memepengaruhi antara masyarakat dengan kebudayaannya pada satu pihak dan negara dengan sistem kenegaraannya pada pihak lain.
          Dengan demikian, semua kebijakan sosial budaya yang harus dikembangkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia harus menekankan rasa kebersamaan dan semnagat kegotongroyongan karena gotong royong merupakan kepribadian bangsa Indonesia yang konstruktif sehingga budaya tersebut harus dikembangkan dalam konteks kekinian.
d.    Bidang Hankam
          Implementasi pancasila dalam bidang pertahanan dan keamanan negara terdapat dalam pasal 27 ayat 3, pasal 30 ayat 1-5 UUD 1945.
Upaya pembangunan pertahanan adalah daya upaya bangsa dalam membangun dan menggunakan kekuatan nasional untuk mengatasi ancaman dari luar negeri dan ancaman lainnya yang dapat mengganggu integritas  nasional. Sedangkan pembangunan bidang keamanan adalah daya upaya bangsa dalam membangun dan menggunakan kekuatan nasional untuk mengatasi ancaman dari dalam negeri serta ancaman terhadap keamanan dan ketertiban masyarakat serta penegak hukum.
          Kelangsungan hidup bangsa dan negara bukan hanya tanggung jawab TNI dan POLRI, melainkan juga merupakan tanggung jawab seluruh warga negara, tidak terkecuali Anda.