Saturday, October 20, 2018

Cerpen Pengamalan Nilai-nilai Pancasila



Pahlawan Ketok Palu
           
            Pagi belum lama memunculkan semburat cahayanya, namun kabut hitam telah menyelubungi pikiran. Suara gesekan-gesekan kertas yang dibolak-balikkan terdengar seperti mengejeknya di sebuah ruang sempit yang penuh sesak ini. Seorang wanita muda berpakaian rapi namun bermuka kusut sibuk dengan berkas-berkas yang ditumpuk-tumpuk berserakan di atas meja
“ Tok..tok…tokk… ” Suara pintu diketuk.
“ iya.. silahkan masuk! ” terdengar sahutan dari dalam. Seorang wanita berpakaian rapi masuk sambil membawa map berisi file-file penting mengenai kasus yang akan ditangani oleh Melly.
“ Ini Buk, berkas-berkas tentang kasus yang akan dilaksanakan hari Rabu ini. ” ujar wanita tersebut sambil menyerahkan berkas yang dibawanya tadi.
“ Baik, terima kasih. Kamu bisa kembali bekerja! ” jawab Melly sambil menerima berkas yang diserahkan dengan malas-malasan. Setelah assistant tersebut keluar, Melly membuka berkas dan mulai membacanya. Bagai disambar petir di siang bolong, Melly kaget sekaligus tidak percaya dan tak mau percaya kalau kasus yang akan dia tangani adalah kasus tindak pidana korupsi dengan terdakwa yang tertulis dengan huruf besar ‘Suryo Prawijaya’ gurunya, sekaligus ayah yang telah dianggapnya beberapa tahun lalu. Melly masih berusaha untuk tidak percaya apa yang tertera di dalam file tersebut, Melly melihatnya sekali lagi, dan lebih teliti lagi lagi. Huruf demi huruf diperhatikan, namun tetap yang tertulis disana ‘Suryo Prawijaya’ bukan orang lain lagi. Melihat hal itu, Melly tergesa-gesa keluar kantor menuju kantor polisi dimana Pak Suryo di tahan.
“ Bapak.. apa yang bapak lakukan disini?” Tanya Melly sambil berjalan tertatih menuju tempat kunjungan dengan mata mulai memerah menahan tangis sejak perjalanan dari kantor ke kantor polisi tadi, tak kuasa apa yang telah terjadi dan dilakukan orang yang sangat Ia hormati dan segani selama ini.
“ Jadi, kamu yang akan menangani kasus bapak besok, Nak?” Melly mengangguk berbarengan dengan menetesnya air mata.
“ Jangan menangis, Bapak yakin kamu orang yang kuat. Kamu bisa menjalaninya,dan kamu harus tetap berpegang teguh pada hukum. Bapak telah bersalah dan Bapak pantas untuk menerima hukuman.”
“ Tapi, mengapa Bapak melakukan hal ini? Aku yakin, Bapak bukanlah tipe orang yang akan berbuat seperti ini.”
“ Bapak tidak mempunyai alasan, karena kesalahan tetap akan kesalahan tak akan pernah benar walau adanya alasan”
Mendengar penjelasan dari pak Suryo, Melly meninggalkannya tanpa perkataan apapun lagi. Terlalu menyakitkan bagi Melly melihatnya berada didalam jeruji besi dan lebih menyakitkan lagi kalau dirinya lah yang akan memutuskan hasil persidangannya.
***
Hari persidangan pun tiba, namun sebelum hakim memasuki ruang sidang, seseorang memanggilnya dan memberikan sepucuk surat kepadanya. Setelah membacanya, Melly dan anggota hakim lainnya memasuki ruang sidang setelah panitera menyuruh hadirin untuk berdiri. Setelah hakim duduk, panitera menyuruh hadirin untuk duduk kembali dan memberitakan bahwa sidang akan segera dimulai.
“Sidang Pengadilan Negeri Bandung untuk memeriksa,mengadili dan memutuskan perkara tentang Tindak Pidana Kasus Korupsi dengan Nomor perkara 438/ 1.2/ft/13/2008  dalam rangka pemutusan keputusan akhir dewan hakim atas sidang-sidang sebelumnya dengan terdakwah Suryo Prawijaya dimulai!” ujar hakim membuka persidangan sambil mengetok palu tiga kali.
 Setelah pembacaan penuntutan jaksa dan pembelaan dari penasehat hukum selesai, tibalah saatnya hakim memberikan keputusan sebagai hasil akhir dari persidangan ini.
 “ Keputusan dewan hakim. Persidangan Tindak Pidana Kasus Korupsi dengan nomor perkara 438/1.2/ft/13/2008 dengan terdakwa Suryo Prawijaya memutuskan terdakwah ..” Melly tercekat dengan apa yang akan disampaikannya. Lalu, memandang Pak Suryo dengan tatapan nanar mengingat surat yang dikirimkan untuknya adalah surat dari Pak Suryo. Pak Suryo tersenyum seakan berkata‘tegakkanlah, karena hukum tak pernah berpihak!. Kamu anak yang tegas dan bijaksana. Bapak percaya padamu’.
Melly menarik napas panjang dan ..“… terdakwah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah dari dakwaan dengan vonis masa hukuman 15 tahun penjara dan didenda Rp.15.000.000.000.”
“ Tok.tok..tok” tiga kali ketukan palu pertanda sidang selesai dan ditutup. Melly langsung keluar dari persidangan tanpa mampu melihat wajah dari Pak Suryo lagi, terlalu menyakitkan baginya seorang muridnya dulu memberikan vonis kepada gurunya sendiri. Teringat akan masa dimana Ia dibantu dan diberi dukungan untuk menjadi orang seperti sekarang ini. Melly kembali mengambil surat tadi yang disimpan di jubah hakimnya, sambil berkata “ Ya.. aku telah melakukan yang sebenarnya, dan seharusnya itulah yang akan membuatku kuat” Melly mencoba menghibur dirinya sendiri sambil terus memandangi isi surat tersebut sambil mengenang masa lalunya.
12, September 2018
Dear Mellyana Azzura
            “Anakku, engkau telah tumbuh menjadi orang hebat sekarang. Tak sia-sia dulu bapak memperjuangkan mu. Engkau adalah anak yang tegar dan pantang menyerah, lalu megapa sekarang kamu harus menjadi orang lemah setelah melihat keadaanku?, bapak, baik-baik saja. Dan memang seharusnya ini yang harus bapak terima dari apa yang telah bapak lakukan. Bapak mengambil uang rakyat hanya untuk kepentingan bapak sendiri, bapak gunakan untuk mengobati anak bapak satu-satunya, anak bapak yang malang ditinggal mati ibunya, anak bapak yang malang yang harus menerima cobaan dengan mengidap kanker otak stadium akhir. Saat itu bapak tak mampu lagi menahan kesedihan bapak jika bapak harus kehilangannya, jadi bapak mengambil uang haram tersebut, namun takdir berkata lain, anak bapak tak bisa terselamatkan lagi. Bapak ditanggkap setelah beberapa hari anak bapak di kuburkan. Walau itu bukan untuk memperkaya bapak sendiri, tapi kesalahan,tetap kesalahan. Jadi mohon, Anakku sayang. Hukumlah aku, tegakkan keadilan di negeri ini, karena hukum bukan untuk memilih dan dipilih, tapi untuk ditegakkan dengan seadil-adilnya. Salah tetap salah, dan benar akan tetap benar. Ingatlah! Seorang pahlawan sejati tidak hanya berkorban dimedan perang saja, tapi seorang pahlwan yang sebenarnya adalah orang yang tak pernah memilih dan dipilih tapi orang yang selalu yakin bahwa keadilan adalah kebenaran. Karena dimana ada keadilan disana ada kedamaian. Bapak yakin kamu bisa!”
Gurumu

 Pikiran akan kata-kata yang akan dilontarkan Melly kepada wali kelasnya terus saja melayang-layang membayangi. Tak bisa dipilih ataupun memilih, tapi faktanya itulah yang harus dikatakannya walau mungkin akan menimbulkan bekas luka mendalam bagi dirinya sendiri dan juga akan menimbulkan rasa kecewa dari orang yang sangat Ia segani ini. Apalah daya, keadaan ekonomi keluarga yang tidak mencukupi walau hanya untuk sesuap nasi, memaksa dan mendorong Melly untuk tetap melakukannya.
            Melly mencoba mencari kata-kata yang bagus agar bisa Ia jadikan sebagai alasan untuk mendukung perkataannya nanti. Berjalan hilir-mudik didepan ruang guru sambil meletakkan tangan dikening seperti orang yang sedang kebingungan.
“ Melly, ada apa? Apa ada yang ingin dibicarakan dengan bapak? ” Tanya Pak Suryo yang heran melihat sikap muridnya, yang biasanya tidak pernah seperti ini.
Melly berhenti dari mondar-mandirnya karena kaget terlihat dari wajahnya yang pucat pasi. Ntah karena takut atau karena memang tekejut dengan kehadiran Pak Suryo. Tapi bisa jadi keduanya memang benar. “ Eh, anu.. Pak, anu..” Jawab Melly tergugu.
Melihat sikap Melly yang semakin aneh, Pak Suryo mencoba mengerti dan  langsung menyuruh Melly masuk agar Ia sedikit lebih tenang.
 “ Jadi, apa yang ingin Melly sampaikan atau ceritakan kepada Bapak? 
“ Anuu.. Pak. Itu.. Melly.. ”
“ Iya.. anuu apa?? ” Tanya Pak Suryo yang semakin penasaran.
“ Sebelumnya, saya minta maaf kalau ucapan saya nanti akan mengecewakan Bapak. Sebenarnya saya…saya.. ingin berhenti sekolah Pak. Bapak tau sendiri seperti apa keadaan ekonomi keluarga saya, ayah sudah lama meninggal. Dan ibu, ibu.. ” Melly tak bisa menahan air matanya lagi, suaranya parau,dan matanya merah karena sedari tadi berusaha membendung air matanya. Sudah terlalu berat beban yang dipikul dan dipendamnya selama ini, sehingga Ia ingin menumpahkan segalanya di sini, di tempat ini, di ruang guru yang sangat Ia segani.
“ ….ibu… Sekarang sakit-sakitan, ibu tak mampu lagi untuk membiayai saya sekolah, terlebih lagi adik saya masih kecil-kecil. Jangankan untuk sekolah, untuk makan saja ibu sering meminta pinjaman kepada tetangga, itupun kalau tetangga sudah tidak bosan, saking seringnya ibu meminta pinjaman kepada mereka. ” Lanjut Melly.
“ Jadi, Melly tak ingin lagi bersekolah? ” Tanya Pak Suryo sambil memegang pundak Melly untuk menenangkannya.
“ Saya bukan tidak ingin sekolah lagi Pak, tapi.. itulah seharusnya yang bisa saya lakukan agar saya, ibu, dan adik-adik saya tetap bisa makan ” Jawab Melly  parau, masih berlinangkan air mata.
“ Kalau begitu, Melly akan tetap sekolah. ” 
“ Maksud Bapak? ” Tanya Melly, tak mengerti dengan maksud Pak Suryo, kalau Melly akan tetap sekolah
  Maksud Bapak, Bapak akan membiayai sekolah Melly sampai Melly lulus SMA. Sebentar lagi, Melly akan menghadapi Ujian Nasional dan masa depan Melly sudah mulai nampak didepan mata. Ditambah lagi kamu salah seorang murid berprestasi di sini. Sayang, kalau murid secerdas kamu harus berakhir dengan menjadi seorang ibu rumah tangga saja. Mau seperti apa Negara ini, kalau generasi penerusnya begitu mudah menyerah ”
“ Tapi Pak.. ”
“ Tidak ada tapi-tapian, sekarang kamu masuk kelas. Lanjutkan belajar mu, berjuanglah dengan sungguh-sungguh, karena semuanya pasti mempunyai jalan keluarnya. ” Ujar Pak Suryo seraya membantu Melly berdiri keluar ruangan menuju kelas.
“ Terima kasih pak.. ” Ucap Melly tulus mencium punggung tangan Pak Suryo sembari melangkah keluar dengan wajah sedikit lebih cerah, walau masih terlihat kusut sehabis menangis. Pak Suryo membalasnya dengan mengangguk dan tersenyum tulus.


Tentang Penulis
Nama saya Dewi Sartika dari jurusan manajemen angkatan 2018 Universitas Riau. Asal saya dari Kuansing khususnya kecamatan Gunung Toar desa Pulau Mungkur. Saya alumni dari SMA N PINTAR PROVINSI RIAU. Saya suka sastra terutama, menulis cerpen. karena saya suka bermimpi,selagi mimpi itu tidak bayar, bermimpilah sesukamu. Tapi ingat..!! mimpi memang tidak membayar, tapi pastikan mimpimu dibayar.
Salam sukses semuanya..!!!

No comments:

Post a Comment