Pahlawan Ketok Palu
Pagi
belum lama memunculkan semburat cahayanya, namun kabut hitam telah menyelubungi
pikiran. Suara gesekan-gesekan kertas yang dibolak-balikkan terdengar seperti
mengejeknya di sebuah ruang sempit yang penuh sesak ini. Seorang wanita muda
berpakaian rapi namun bermuka kusut sibuk dengan berkas-berkas yang
ditumpuk-tumpuk berserakan di atas meja
“ Tok..tok…tokk… ” Suara pintu diketuk.
“ iya.. silahkan masuk! ” terdengar
sahutan dari dalam. Seorang wanita berpakaian rapi masuk sambil membawa map
berisi file-file penting mengenai kasus yang akan ditangani oleh Melly.
“ Ini Buk, berkas-berkas tentang kasus
yang akan dilaksanakan hari Rabu ini. ” ujar wanita tersebut sambil menyerahkan
berkas yang dibawanya tadi.
“ Baik, terima kasih. Kamu bisa kembali
bekerja! ” jawab Melly sambil menerima berkas yang diserahkan dengan
malas-malasan. Setelah assistant tersebut
keluar, Melly membuka berkas dan mulai membacanya. Bagai disambar petir di
siang bolong, Melly kaget sekaligus
tidak percaya dan tak mau percaya kalau kasus yang akan dia tangani adalah
kasus tindak pidana korupsi dengan terdakwa yang tertulis dengan huruf besar
‘Suryo Prawijaya’ gurunya, sekaligus ayah yang telah dianggapnya beberapa tahun
lalu. Melly masih berusaha untuk tidak percaya apa yang tertera di dalam file
tersebut, Melly melihatnya sekali lagi,
dan lebih teliti lagi lagi. Huruf demi huruf diperhatikan, namun
tetap yang tertulis disana ‘Suryo Prawijaya’ bukan orang lain lagi. Melihat hal
itu, Melly tergesa-gesa keluar kantor menuju kantor polisi dimana Pak Suryo di
tahan.
“ Bapak.. apa yang bapak lakukan
disini?” Tanya Melly sambil berjalan tertatih menuju tempat kunjungan dengan
mata mulai memerah menahan tangis sejak perjalanan dari kantor ke kantor polisi
tadi, tak kuasa apa yang telah terjadi dan dilakukan orang yang sangat Ia
hormati dan segani selama ini.
“ Jadi, kamu yang akan menangani kasus
bapak besok, Nak?” Melly mengangguk berbarengan dengan menetesnya air mata.
“ Jangan menangis, Bapak yakin kamu orang
yang kuat. Kamu bisa menjalaninya,dan kamu harus tetap berpegang teguh pada
hukum. Bapak telah bersalah dan Bapak pantas untuk menerima hukuman.”
“ Tapi, mengapa Bapak melakukan hal ini?
Aku yakin, Bapak bukanlah tipe orang yang akan berbuat seperti ini.”
“ Bapak tidak mempunyai alasan, karena
kesalahan tetap akan kesalahan tak akan pernah benar walau adanya alasan”
Mendengar penjelasan dari pak Suryo,
Melly meninggalkannya tanpa perkataan apapun lagi. Terlalu menyakitkan bagi
Melly melihatnya berada didalam jeruji besi dan lebih menyakitkan lagi kalau dirinya lah yang akan
memutuskan hasil persidangannya.
***
Hari
persidangan pun tiba, namun sebelum hakim memasuki ruang sidang, seseorang
memanggilnya dan memberikan sepucuk surat kepadanya. Setelah membacanya, Melly
dan anggota hakim lainnya memasuki ruang sidang setelah panitera menyuruh
hadirin untuk berdiri. Setelah hakim duduk, panitera menyuruh hadirin untuk
duduk kembali dan memberitakan bahwa sidang akan segera dimulai.
“Sidang Pengadilan Negeri Bandung untuk
memeriksa,mengadili dan memutuskan perkara tentang Tindak Pidana Kasus Korupsi
dengan Nomor perkara 438/ 1.2/ft/13/2008
dalam rangka pemutusan keputusan akhir dewan hakim atas sidang-sidang
sebelumnya dengan terdakwah Suryo Prawijaya dimulai!” ujar hakim membuka
persidangan sambil mengetok palu tiga kali.
Setelah pembacaan penuntutan jaksa dan
pembelaan dari penasehat hukum selesai, tibalah saatnya hakim memberikan
keputusan sebagai hasil akhir dari persidangan ini.
“
Keputusan dewan hakim. Persidangan Tindak Pidana Kasus Korupsi dengan nomor
perkara 438/1.2/ft/13/2008 dengan terdakwa Suryo Prawijaya memutuskan terdakwah
..” Melly tercekat dengan apa yang akan disampaikannya. Lalu, memandang Pak
Suryo dengan tatapan nanar mengingat surat yang dikirimkan untuknya adalah
surat dari Pak Suryo. Pak Suryo tersenyum seakan berkata‘tegakkanlah, karena
hukum tak pernah berpihak!. Kamu anak yang tegas dan bijaksana. Bapak percaya
padamu’.
Melly menarik napas panjang dan ..“…
terdakwah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah dari dakwaan dengan vonis
masa hukuman 15 tahun penjara dan didenda Rp.15.000.000.000.”
“ Tok.tok..tok” tiga kali ketukan palu
pertanda sidang selesai dan ditutup. Melly langsung keluar dari persidangan
tanpa mampu melihat wajah dari Pak Suryo lagi, terlalu menyakitkan baginya
seorang muridnya dulu memberikan vonis kepada gurunya sendiri. Teringat akan
masa dimana Ia dibantu dan diberi dukungan untuk menjadi orang seperti sekarang
ini. Melly kembali mengambil surat tadi yang disimpan di jubah hakimnya, sambil
berkata “ Ya.. aku telah melakukan yang sebenarnya, dan seharusnya itulah yang
akan membuatku kuat” Melly mencoba menghibur dirinya sendiri sambil terus
memandangi isi surat tersebut sambil mengenang masa lalunya.
12, September 2018
Dear
Mellyana Azzura
“Anakku, engkau telah tumbuh menjadi
orang hebat sekarang. Tak sia-sia dulu bapak memperjuangkan mu. Engkau adalah
anak yang tegar dan pantang menyerah, lalu megapa sekarang kamu harus menjadi
orang lemah setelah melihat keadaanku?, bapak, baik-baik saja. Dan memang
seharusnya ini yang harus bapak terima dari apa yang telah bapak lakukan. Bapak
mengambil uang rakyat hanya untuk kepentingan bapak sendiri, bapak gunakan
untuk mengobati anak bapak satu-satunya, anak bapak yang malang ditinggal mati
ibunya, anak bapak yang malang yang harus menerima cobaan dengan mengidap
kanker otak stadium akhir. Saat itu bapak tak mampu lagi menahan kesedihan
bapak jika bapak harus kehilangannya, jadi bapak mengambil uang haram tersebut,
namun takdir berkata lain, anak bapak tak bisa terselamatkan lagi. Bapak
ditanggkap setelah beberapa hari anak bapak di kuburkan. Walau itu bukan untuk
memperkaya bapak sendiri, tapi kesalahan,tetap kesalahan. Jadi mohon, Anakku
sayang. Hukumlah aku, tegakkan keadilan di negeri ini, karena hukum bukan untuk
memilih dan dipilih, tapi untuk ditegakkan dengan seadil-adilnya. Salah tetap
salah, dan benar akan tetap benar. Ingatlah! Seorang pahlawan sejati tidak
hanya berkorban dimedan perang saja, tapi seorang pahlwan yang sebenarnya
adalah orang yang tak pernah memilih dan dipilih tapi orang yang selalu yakin
bahwa keadilan adalah kebenaran. Karena dimana ada keadilan disana ada
kedamaian. Bapak yakin kamu bisa!”
Gurumu
Pikiran akan
kata-kata yang akan dilontarkan Melly kepada wali kelasnya terus saja
melayang-layang membayangi. Tak bisa dipilih ataupun memilih, tapi faktanya
itulah yang harus dikatakannya walau mungkin akan menimbulkan bekas luka
mendalam bagi dirinya sendiri dan juga akan menimbulkan rasa kecewa dari orang
yang sangat Ia segani ini. Apalah daya, keadaan ekonomi keluarga yang tidak
mencukupi walau hanya untuk sesuap nasi, memaksa dan mendorong Melly untuk
tetap melakukannya.
Melly
mencoba mencari kata-kata yang bagus agar bisa Ia jadikan sebagai alasan untuk
mendukung perkataannya nanti. Berjalan hilir-mudik didepan ruang guru sambil
meletakkan tangan dikening seperti orang yang sedang kebingungan.
“ Melly, ada apa? Apa ada yang ingin
dibicarakan dengan bapak? ” Tanya Pak Suryo yang heran melihat sikap muridnya,
yang biasanya tidak pernah seperti ini.
Melly berhenti dari mondar-mandirnya
karena kaget terlihat dari wajahnya yang pucat pasi. Ntah karena takut atau
karena memang tekejut dengan kehadiran Pak Suryo. Tapi bisa jadi keduanya
memang benar. “ Eh, anu.. Pak, anu..” Jawab Melly tergugu.
Melihat sikap Melly yang semakin aneh,
Pak Suryo mencoba mengerti dan langsung
menyuruh Melly masuk agar Ia sedikit lebih tenang.
“
Jadi, apa yang ingin Melly sampaikan atau ceritakan kepada Bapak? ”
“ Anuu.. Pak. Itu.. Melly.. ”
“ Iya.. anuu apa?? ” Tanya Pak Suryo
yang semakin penasaran.
“ Sebelumnya, saya minta maaf kalau
ucapan saya nanti akan mengecewakan Bapak. Sebenarnya saya…saya.. ingin
berhenti sekolah Pak. Bapak tau sendiri seperti apa keadaan ekonomi keluarga saya,
ayah sudah lama meninggal. Dan ibu, ibu.. ” Melly tak bisa menahan air matanya
lagi, suaranya parau,dan matanya merah karena sedari tadi berusaha membendung
air matanya. Sudah terlalu berat beban yang dipikul dan dipendamnya selama ini,
sehingga Ia ingin menumpahkan segalanya di sini, di tempat ini, di ruang guru
yang sangat Ia segani.
“ ….ibu… Sekarang sakit-sakitan, ibu tak
mampu lagi untuk membiayai saya sekolah, terlebih lagi adik saya masih
kecil-kecil. Jangankan untuk sekolah, untuk makan saja ibu sering meminta
pinjaman kepada tetangga, itupun kalau tetangga sudah tidak bosan, saking
seringnya ibu meminta pinjaman kepada mereka. ” Lanjut Melly.
“ Jadi, Melly tak ingin lagi bersekolah?
” Tanya Pak Suryo sambil memegang pundak Melly untuk menenangkannya.
“ Saya bukan tidak ingin sekolah lagi
Pak, tapi.. itulah seharusnya yang bisa saya lakukan agar saya, ibu, dan
adik-adik saya tetap bisa makan ” Jawab Melly
parau, masih berlinangkan air mata.
“ Kalau begitu, Melly akan tetap
sekolah. ”
“ Maksud Bapak? ” Tanya Melly, tak
mengerti dengan maksud Pak Suryo, kalau Melly akan tetap sekolah
“
Maksud Bapak, Bapak akan membiayai sekolah Melly sampai Melly lulus SMA.
Sebentar lagi, Melly akan menghadapi Ujian Nasional dan masa depan Melly sudah
mulai nampak didepan mata. Ditambah lagi kamu salah seorang murid berprestasi
di sini. Sayang, kalau murid secerdas kamu harus berakhir dengan menjadi
seorang ibu rumah tangga saja. Mau seperti apa Negara ini, kalau generasi
penerusnya begitu mudah menyerah ”
“ Tapi Pak.. ”
“ Tidak ada tapi-tapian, sekarang kamu
masuk kelas. Lanjutkan belajar mu, berjuanglah dengan sungguh-sungguh, karena
semuanya pasti mempunyai jalan keluarnya. ” Ujar Pak Suryo seraya membantu
Melly berdiri keluar ruangan menuju kelas.
“ Terima kasih pak.. ” Ucap Melly tulus
mencium punggung tangan Pak Suryo sembari melangkah keluar dengan wajah sedikit
lebih cerah, walau masih terlihat kusut sehabis menangis. Pak Suryo membalasnya
dengan mengangguk dan tersenyum tulus.
Tentang Penulis
Nama saya Dewi Sartika dari jurusan manajemen angkatan
2018 Universitas Riau. Asal saya dari Kuansing khususnya kecamatan Gunung Toar
desa Pulau Mungkur. Saya alumni dari SMA N PINTAR PROVINSI RIAU. Saya suka
sastra terutama, menulis cerpen. karena saya suka bermimpi,selagi mimpi itu
tidak bayar, bermimpilah sesukamu. Tapi ingat..!! mimpi memang tidak membayar,
tapi pastikan mimpimu dibayar.
Salam sukses semuanya..!!!
No comments:
Post a Comment